Waktu berjalan seperti biasa. Aku
“berfikir dalam-dalam” tentang anugerah. Tentang anugerah yang tidak
selalu berupa kebahagiaan tetapi justru berwujud ketidakbahagiaan.
Aku ingat pernah membuka sebuah buku kecil pemberian seorang guru. Ada satu chapter menarik
yang mengajariku tentang satu hal. Sebuah bahasan yang bukan hanya
sangat-sangat penting tetapi juga luar biasa indah. Ini adalah soal
memberi dan menerima. Ini adalah soal pemberiaan dan penerimaan.
Ini soal “perasaan Tuhan”.
Aku menjadi berkaca soal diriku. Soal sikap penerimaanku terhadap pemberian siapapun. Aku ingat kelakuanku dulu. Aku gemar
memberikan “hadiah” terbagus untuk orang yang aku kasihi. Tetapi aku
kecewa ketika balasannya tak sepadan dengan apa yang telah kuberikan.
Jika aku ingin memberikan hadiah, maka aku pasti perlu waktu
untuk memikirkan hadiah apa yang paling bagus untuk orang-orang yang
kukasihi. Tetapi jika aku menerima sesuatu yang tidak seperti yang
kuharapkan, aku menjadi kecewa dan tidak bahagia.
Buku kecil dan guru itu, diluar dugaanku, sungguh berperan menyadarkanku.
Jika seorang manusia saja memilih hadiah yang terbaik untuk
diberikan kepada seseorang yang dikasihinya, bagaimana mungkin Tuhan
TIDAK berbuat demikian?
Tuhan pun pasti telah memilih dan kemudian memberikan yang terbaik untukku.
Aku lantas jadi berimajinasi bagaimana perasaan si pemberi hadiah, ketika mendapatiku sedang kecewa dengan pemberiannya.
Aku, larut dalam ajaran guruku yang mengajakku berfikir tentang Tuhan, lalu mencoba masuk ke dalam “perasaan Tuhan”.
Bagaimana dan seperti apakah “perasaan Tuhan”, jika aku tidak
menyukai pemberianNya, jika aku tak menyukai hadiah yang sudah
dipilihkanNya yang terbagus untukku….???
Aku mengerti sekarang bahwa yang CANTIK itu, bersedia mengerti “perasaan Tuhan”, Sang Pemberi Hadiah Terindah sepanjang perjalanan hidupku.
Salam bahagia dan terus berkarya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar